Mengapa Janji Harus Ditunaikan

(Just a Reminder)
Paling tidak, ada 3 alasan kenapa janji harus ditunaikan. Antara lain:



Janji membuat kita terbebani


Sahabat, mungkin di suatu tempat, di pasar atau di pelabuhan, kita pernah melihat seorang lelaki membawa karung berat di punggungnya. Begitu berat, hingga punggung itu melengkung. Begitulah orang yang mudah berjanji. Ia membawa sekarung amanah yang memberatkan punggungnya. Janji itu sama dengan utang, bahkan lebih buruk dari itu. Kalau utang harta bisa dihitung, bagaimana utang janji dapat diukur? Kalaupun kita sudah berusaha membayar, bagaimana kita bisa tahu sudah melunasinya atau belum?

Semakin banyak terucapkan, semakin banyak beban untuk ditunaikan, dan semakin bingung kita mencari cara untuk menunaikannya. Banyak orang yang memiliki terlalu banyak janji, merasa terbebani, dan karena beban itu sudah terlalu penuh di benaknya, secara otomatis ia akan mencari cara untuk melupakannya. Mengapa? Karena melupakan lebih mudah dari melaksanakan.

Orang orang sukses, seperti Rasulullah dan para sahabatnya, sangat takut akan janji. Bahkan ketika syahadat diucapkan, para sahabat menangis, sebab tahu bahwa kalimat syahadat adalah ikrar yang tidak mudah dilaksanakan. Ikrar terberat dalam hidup, yakni mentaati Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana dengan kita? Kapan terakhir kali kita mengisi janji kita? Sahabat, anda pasti tahu. Janji adalah sebentuk komitmen hati. Bila kita mengingkarinya, maka hatilah yang akan tersiksa. Jadi, lepaskan saja. Mulai detik ini, takkan sekali lagi menganggap enteng janji.

Janji dekat kepada ingkar

Ada pepatah bahwa “orang yang mudah berjanji, biasanya mudah mengingkari.” Orang yang mengumbar janji, biasanya tidak benar – benar memikirkan ucapannya. Ketika satu kata terlontar, benaknya tak berusaha merekamnya, sehingga kata tersebut dengan mudah terlupakan. Dari sinilah sikap ingkar janji berasal. Dan tahukah sahabatku, apa akibat bagi para pengingkar janji? Anda pasti tak ingin mendengarnya, bukan? Karena sudah tahu bahwa mengingkari janji adalah perbuatan orang fasik. Dan menunaikan janji adalah perbuatan orang bertakwa. Sebagaimana firman-Nya:

“… dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. al – Baqarah: 177) Baiklah, saya akan memberikan pertanyaan sebaliknya: apa akibat bagi para pemelihara janji? Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.” (QS. al Ma’aarij: 32-35)

Benar. Kita akan kekal di surga tatkala bisa memelihara janji kita. Subhanallah. Kekal di surga. Tidakkah itu merupakan balasan terbaik, hadiah terindah, yang lebih baik dari apapun yang ada di bumi dan langit? Ayo teman, segera tunaikan janji kita untuk menyongsong kabar gembira ini.

Janji menjauhkan kita dari keberhasilan

Orang menjadi sukses bukan karena janjinya, tapi karena komitmen dalam melaksanakannya. Kita dihormati bukan karena janji yang kita ucap, melainkan karena komitmen yang kita buat.
Sahabat, bayangkan bila seseorang mulai melupakan janjinya. Apakah dia akan sukses? Tentu tidak, bukan? Sebagai contoh, di kantor bos bertanya, “Kapan laporannya selesai?” “Besok,” jawab kita. Ternyata besok belum selesai. “Jadi kapan?” tanya bos lagi. “Lusa,” janji kita. Ternyata belum selesai juga. Akhirnya bos merasa bosan, dan kita pun takkan lagi dipedulikan. Jangankan naik jabatan, kita mungkin malah menjadi orang pertama yang ada dalam rencana PHK.

Bayangkan lagi, bila seorang pemimpin mudah melupakan janjinya. Ketika kampanye dia mengucapkan seribu janji manis, namun saat terpilih, tak sekalipun janji itu terbukti dipenuhi. Bagaimana sikap kita? Tentu kita akan sebal dan kecewa. Dan di masa mendatang, kita sudah pasti tidak akan memilihnya. Dia akan gagal.

Bayangkan hal yang lebih sederhana. Sepasang insan mengucap ikrar perkawinan, berjanji hidup bersama dan saling setia. Ketika salah satu terbukti berselingkuh, akan terjadi dua hal. Perceraian atau pernikahan yang sudah tak didasari rasa percaya. Dua – duanya adalah kegagalan.

Sahabat, saya sungguh takut dengan lisan saya sendiri. Selama sekian tahun hidup ini, janji – janji apa saja yang pernah saya ucapkan? Berapa yang disadari? Berapa yang terlupakan? Saya takut, di akhirat nanti, saya akan ditagih. Bagaimana dengan anda? Sebelum sama-sama menyesalinya, ayo segera kita tunaikan janji kita. Tips berikut ini mudah – mudahan akan berguna.


TIPS MENUNAIKAN JANJI


Menunaikan janji dapat dilakukan dengan 3 cara.


Memelihara lisan kita


Kata – kata takkan pernah dapat ditarik kembali. Begitu sudah keluar, tak berguna kita menyesalinya. Oleh sebab itu, sebelum berupaya menunaikan janji, lebih baik mencegah agar lisan kita tak mudah mengucapkannya. Itu akan lebih memelihara diri kita.

Berpikir sebelum berjanji


Tidak baik mengobral kata, bukan? Sebelum melontarkan janji, lebih baik kita berpikir dulu, apa konsekuensinya? Sanggupkah saya melakukannya? Bila janji itu terlalu berat, atau tak mungkin dilaksanakan, lebih baik ditahan. Tidak mudah, namun seiring waktu, kita akan terbiasa melakukannya.

Menunaikan dengan segera


Ketika janji sudah terlanjur jatuh, jangan ditunda – tunda, penuhi segera. Ibarat utang, kita harus cepat –cepat membayarnya, sebelum ajal menjemput kita sewaktu – waktu. Semakin lama menunda, semakin kita melupakan janji kita, dan janji – janji itu hanya akan terkubur di suatu tempat dan menjadi beban yang memberatkan di akhirat kelak.

Nah, sahabat. Sebelum menagih orang, ayo kita menagih diri sendiri. Saya akan membuat daftar utang saya. Menulis janji apa saja yang telah saya buat, baik sengaja ataupun tidak disengaja. Bagaimana dengan anda? Berapa janji anda yang belum tunai? Sepuluh? Seratus? Seribu? Atau…tidak tahu karena saking banyaknya? Bila kita tidak tahu, kita masih bisa berharap, bukan? Bahwa Allah Maha Pemberi Ampunan. Wallahu’alam bilshawab.

No comments:

Post a Comment

Monggo di-komeng